Rabu, 08 Agustus 2012

Jepang Ingkar Janji Soal Program Transfer Teknologi Industri

Sudah hampir berjalan 5 tahun, program pembangunan kapasitas industri yang disebut Manufacturing Industry Development Center (Midec) antara Indonesia dengan Jepang jalan di tempat. Indonesia menuding Jepang kurang mau merealisasikan program tersebut.

Padahal sejatinya Midec sebagai penyeimbang antara terbukanya pasar Indonesia dengan perdagangan bebas bilateral dengan Jepang atau Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA). Midec merupakan salah satu syarat dari IJ-EPA yang diminta Indonesia, yaitu Jepang harus memberikan program pendampingan bagi industri di dalam negeri.

"Capacity building untuk industri kurang berjalan, karena salah satu kelemahan pihak Jepang kurang mengimplementasikan capacity building yang dulu disepakati untuk engineer Indonesia agar bisa memperoleh keahlian," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di kantornya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (16/2/2012).

Mandegnya program ini, diperparah dengan realisasi perdagangan kedua negara, Indonesia ternyata mengalami defisit perdagangan dengan Jepang di 2011 semenjak adanya IJ-EPA pada 2008 lalu.

Defisit perdagangan dengan Jepang, tercatat total ekspor Indonesia ke Jepang hanya US$ 18,33 miliar, sementara impor Indonesia dari Jepang US$ 19,31 miliar.

"Kalau mereview ekspor kita ke Jepang tahun lalu (2011), lebih kecil dari pada impornya, saya sudah menyampaikan ini saat bilateral meeting di Bali, dan hal ini akan ditindak lanjuti agar seimbang," katanya.

Masalah mandegnya program Midec sudah disampaikan oleh Menteri Perindustrian sebelumnya yaitu Fahmi Idris di 2009 lalu, pada waktu itu program itu sudah tak berjalan lancar, jauh dari yang diharapkan.

Zulfi Suhendra - detikfinance (detik.com)

Balas Hilirisasi Tambang, Jepang Tuduh RI Dumping Kertas

Pemerintah Indonesia terus melakukan pembelaan terhadap tudingan dumping produk kertas fotokopi asal Indonesia oleh otoritas anti dumping Jepang. Jika masalah ini dibiarkan potensi ekspor kertas fotokopi US$ 300-400 juta terancam kebijakan Negeri Sakura tersebut.

"Antidumping itu telah kita pelajari dan artinya secara scientific tidak ada dasar bahwa kita melakukan dumping ke sana. Ini kita sudah informasikan, yaitu Kementerian Industri dan Perdagangan dan kita akan tunggu responnya. Tapi ini harus fair kalau mereka melakukan alegansi sesuatu yang sangat bisa dijustifikasi oleh kita ya itu tidak benar. Tapi kalo mereka begitu terus ya ini kurang baik," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di SMA 2 Tangerang Selatan, Rabu (8/8/2012)

Gita memperkirakan jika anti dumping itu diterapkan maka dampaknya sangat signifikan terhadap nasib ekspor kertas fotokopi Indonesia.

Beberapa spekulasi bermunculan terkait tindakan Jepang ini, ada yang menghubungkan sebagai pembalasan Jepang terhadap kebijakan Indonesia yang mengerem laju ekspor bahan tambang melalui bea keluar. Selama ini Jepang diuntungkan dengan ekspor besar-besaran bahan tambang dari Indonesia.

"Ya itu sangan berdampak karena ini eksport kita ke Jepang besar sekali 300-400 juta dolar per tahun. Ya ini kan sangat terkait dengan kapasitas bisa memproduksi pohon, kemudian kertas, kemudian lingkungan. Sangat berdampak," katanya.

Sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerima petisi dan kuesioner dari otoritas anti dumping Jepang. Setidaknya ada dua grup perusahaan Indonesia yang dituduh melakukan dumping kertas fotokopi tersebut.

Inka Nesya - detikfinance (detik.com)