Kamis, 24 Januari 2013

Johnny Darmawan "Inlander" Japan Sejati

Bos IIMS 2011 Menghina Mobnas

Kekecewaan diungkapkan oleh pihak AsiaNusa dengan menarik mundur keikutsertaan pabrikan otomotif nasional di ajang pameran bergengsi IIMS 2011. Persoalan dipicu dari sindiran Johnny Darmawan yang dianggap menghina industri mobil nasional (Mobnas) di depan pengunjung IIMS 2011. Johnny Darmawan sendiri merupakan salah satu petinggi Toyota dan sekaligus Ketua Penyelenggara pameran otomotif tersebut. Pandangan sinis tersebut bukan pertama kalinya ditunjukkan oleh Johnny terhadap kualitas karya anak bangsa. Tulisan ini saya tulis ulang sebagai wujud dukungan terhadap industri mobil nasional.

Keputusan untuk mundur dari keikutsertaan di IIMS 2011 disampaikan oleh Ketua Bidang Marketing/Komunikasi Asosiasi Industri Automotif Nusantara (Asia Nusa) Dewa Yuniardi kepada detikOto, Jumat (1/7/2011). Dewa lalu bercerita kalau langkah mundur yang terpaksa diambil oleh produsen mobil nasional itu diambil karena munculnya statement negatif dari seorang petinggi produsen mobil Jepang yang juga merupakan ketua penyelenggara IIMS 2011, Johnny Darmawan. Dalam konfrensi pers kedua IIMS pada 22 Juni silam, Johnny menurut Dewa sempat mengeluarkan candaan yang melecehkan mobnas. Saat itu, Johnny mengatakan pengunjung IIMS harus berhati-hati ketika mengetes mobil nasional karena ditakutkan ban mobil buatan anak bangsa tersebut copot.

Pandangan sinis dari Johnny Darmawan sendiri bukan pertama kali diperlihatkan kepada media. Tahun lalu, Johnny Darmawan sempat melontarkan pernyataan serupa yang mengatakan apabila “Mobnas Mimpi di Siang Bolong” (DetikOto, 24 Mei 2010). Perihal Johnny Darmawan sendiri adalah Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Indonesia. Sosok yang cukup dekat dengan para pejabat negara. Melihat strategi pengelolaan bisnisnya, Johnny lebih tepat dikatakan representasi dari Toyota (Jepang), bukan Indonesia.

Kehadiran Johnny Darmawan dalam ‘TalkShow’ di MetroTV, Economic Challenge beberapa waktu yang lalu sempat dipertanyakan. Acara yang dipandu oleh Suryopratomo justru tidak menghadirkan perwakilan dari pihak AsiaNusa sebagai salah satu narasumber. Padahal, AsiaNusa merupakan asosiasi yang memayungi kepentingan industri mobil nasional. Selain tidak mengena pada substansi topik yang dibahas, jalannya acara pun terkesan pincang, karena istilah mobnas diwakili oleh pabrikan asal Jepang.

IIMS 2011 adalah pemeran otomotif terbesar di Asia Tenggara yang dibuka oleh Menteri Perindustrian RI dan dihadiri oleh sejumlah pejabat penting negara. Sangat disayangkan, apabila kabar atas penyataan Johnny Darmawan tersebut tidak direspon oleh satu pun pejabat negara, bahkan termasuk anggota DPR RI. Pernyataan Johnny Darmawan sudah cukup untuk dikatakan ‘penghinaan’, karena disampaikan di depan publik (pengunjung pameran). Pernyatan tersebut, sekalipun berupa sindiran akan menciptakan kesan negatif kepada masyarakat. Artinya, atas pernyataan tersebut terdapat pihak yang berpotensi untuk dirugikan, yaitu industri mobnas di bawah naungan AsiaNusa.

Ada 3 produk mobnas yang diikutsertakan dalam pameran IIMS 2011, yaitu Tawon, Fin Komodo, dan Gea INKA. Fin Komodo sudah beberapa tahun yang lalu masuk ke jalur produksi, sedangkan untuk Tawon dan Gea INKA baru masuk produksi pada tahun ini. Langkah untuk masuk ke jalur produksi menindaklanjuti komitmen pada tahun 2010 lalu yang baru diperkenalkan kepada publik. Sebenarnya masih ada beberapa nama produk mobnas lagi, akan tetapi hanya ada dua nama produk yang masuk jalur produksi. Sangat disayangkan, karena favorit pengunjung pada pameran mobnas 2010 lalu seperti ARINA dan ESEMKA tidak masuk ke jalur produksi maupun pengembangan.

Keberpihakan pemerintah di sini memang patut dipertanyakan. Event seperti IIMS 2011 seharusnya menjadi sarana untuk memperkenalkan produksi mobil nasional. Kita bisa lihat sendiri, mobil buatan RRC, Geely Panda yang sukses dalam stand pameran Jakarta Fair 2011. Menperin RI pada tahun 2010, bahkan berjanji akan membantu pengembangan mobnas di masa depan. Sayangnya, tidak ada satupun pejabat yang hadir pada acara peluncuran perdana mobil nasional pada tanggal 17 Agustus 2010. Sebagai catatan, produsen otomotif asal Jepang sudah terlalu banyak menikmati insentif yang diberikan pemerintah Indonesia, bahkan meraup keuntungan dari rakyat (konsumen) Indonesia.

Jika pernyataan dan sikap Johnny Darmawan tidak disikapi serius oleh pemerintah dan terutama rakyat Indonesia, maka tidak tertutup kemungkinan semangat kebangkitan industri mobil nasional akan meredup dan akhirnya mati. Cukup sulit untuk menghidupkannya kembali atas sesuatu yang sudah dengan susah payah dibangun.

Topik dalam tulisan ini sudah pernah dimuat di media lain. Di sini pihak penulis hanya hendak mengulang kembali untuk dijadikan sebagai perenungan dan sikap. Tulisan ini pula diturunkan sebagai wujud dukungan moral kepada industri nasional, khususnya industri mobnas. Suatu representasi dari kegelisan sebagai bangsa yang menginginkan dirinya mampu untuk sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kemandirian perlu dicapai dengan kerja keras dan tekad yang kuat, akan tetapi kemandirian butuh dukungan moral. Jika ada dukungan, bangsa kita masih bisa mengejar dari India. Akhir kata, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai karya bangsanya sendiri.

Sekedar catatan, bahwa mobil Tata NANO berawal dari model yang sebenarnya tidak beda dengan produk mobnas seperti Gea INKA maupun Tawon. Perbedaannya, pemerintah India begitu peduli mendukung pengembangan mobil tersebut. Dikembangkanlah kemudian mulai dari desain hingga teknologi interior, mesin, hingga pelistrikannya. Ditambahkan lagi dukungan dari rakyat India, tidak mengherankan apabila Tata NANO masuk ke jajaran mobil Eropa. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai karya bangsanya sendiri” Yogyakarta, 27 Juli 2011

kompasiana.com

Japan berambisi kuasai industri komponen otomotif di Indonesia

Perusahaan Jepang di Indonesia yang tergabung dalam The Jakarta Japan Club bertamu ke Kementerian Perindustrian. Delegasi industri Jepang yang mendatangi Kemenperin diwakili Honda, Mitsubishi, Toyota, dan JFE Steel Corporation. Pemimpin delegasi adalah Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori.

Pertemuan itu membahas kemungkinan bagi masuknya industri komponen otomotif asal Negeri Matahari Terbit itu ke Tanah Air.

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Budi Darmadi menyatakan, delegasi Jepang tengah melobi pemerintah untuk mengizinkan tambahan 50 perusahaan komponen membuka pabriknya di Indonesia.

"Tadi Jakarta Club yang datang dari otomotif, mereka akan bawa teman-temannya dari industri komponen, tahun lalu itu 50-an (perusahaan komponen Jepang) ke sini. Tahun ini segitu lagi kayaknya," ujar Budi di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (22/1).

Toyota dan Daihatsu melalui Astra Internasional ingin menambah industri komponen lebih dari 35 perusahaan. Sementara Nissan memasukkan 10 mitra. Honda juga akan melakukan langkah serupa, meski jumlahnya belum ditentukan.

Total nilai investasi untuk pengembangan sektor komponen itu diperkirakan mencapai USD 700 juta. Perusahaan Jepang itu kebanyakan bekerjasama dengan industri perakitan lokal dengan fokus usaha berbeda-beda.

"Kebanyakan joint venture dengan lokal. Satu mobil itu kan ada 10.000 komponen, misalnya bikin sekrup, bumper, pegangan pintu, ada juga yang buat laker," cetusnya.

Budi mengaku tidak khawatir ambisi Jepang bakal mengganggu industri komponen lokal. Sebab, pertumbuhan sektor otomotif amat cepat. Bila tidak dibantu investasi asing seperti yang dilakukan Jepang, justru di masa mendatang komponen harus diimpor.

"Tahun lalu produksi mobil kita mencapai 1,1 juta unit, 2018 berapa coba, 2 juta. Sementara usaha yang mengisi kebutuhan komponen masih sedikit, kalau tidak kita isi nanti bisa-bisa kita harus impor, jadi kalau seperti ini produksi bernilai tambah adanya di Indonesia," paparnya.

Merdeka.com

Ngotot dumping Baja, Japan menolak di periksa

JAKARTA – Kementerian Perdagangan melanjutkan proses usulan pengenaan tindakan antidumping baja gulungan dan lembaran canai dingin (cold rolled coil/sheet) setelah gagal melakukan pembicaraan intensif dengan Jepang dalam kunjungan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap CRC/S impor saat ini masih menunggu pertimbangan Kementerian Perindustrian sebelum disetujui atau ditolak oleh Menteri Perdagangan.

Eksportir produsen CRC/S asal China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Vietnam terancam sanksi antidumping dengan BMAD sebesar 5,9%-74% dari nilai impor.

Dalam laporan akhir (final determination) penyelidikan KADI, eksportir produsen CRC/S Jepang direkomendasikan untuk dikenai BMAD sebesar 27,6%-68,4%.

BMAD untuk JFE Steel Corporation diusulkan 27,6%, sedangkan Kobe Steel Ltd, Nippon Steel Corporation, Nisshin Steel Co.,Ltd, Sumitomo Metal Industries, Ltd dan perusahaan Lainnya 68,4%.

Beberapa produsen eksportir Jepang menolak atau tidak memberikan informasi, seperti penjualan domestik, biaya produksi dan penjualan ekspor ke negara lain sehingga KADI tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan best information available, kecuali terhadap JFE Steel Corporation.

“Sesuai dengan ketentuan WTO Anti Dumping Agreement dan PP Nomor 34 Tahun 2011 proses tindakan antidumping terhadap impor CRC/S yang antara lain berasal dari Jepang tetap dilanjutkan sesuai peraturan yang berlaku,” kata Kepala Pusat Humas Kemendag Arlinda Imbang Jaya dalam surat elektronik kepada Bisnis, Kamis (24/1/2013).

Meskipun demikian, sesuai pasal 25 PP No 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, pemerintah dapat memutuskan lain berdasarkan pertimbangan kepentingan nasional.

Sebaliknya, Indonesia juga tetap akan mengikuti proses penyelidikan dumping kertas fotokopi yang dituduhkan Jepang sesuai peraturan yang berlaku.

Seperti diketahui, pemerintah ingin memanfaatkan momentum kunjungan PM Abe pekan lalu untuk memberikan penjelasan terhadap tuduhan dumping kertas fotokopi yang dilayangkan Jepang.

Sayangnya, pembahasan itu batal karena Abe berkunjung lebih singkat dari yang semula dijadwalkan. Kasus dumping kertas fotokopi Indonesia telah memasuki masa inisiasi investigasi. Otoritas penyelidikan Jepang dijadwalkan melakukan verifikasi lapangan ke Indonesia pada Februari.(msb)

Bisnis.com