Jepang meminta agar Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi terhadap regulasi yang mewajibkan pengusaha pemegang izin usaha pertambangan untuk tidak mengekspor bahan mentah.
Selain itu, Jepang juga meminta bea keluar tidak diterapkan, serta menghilangkan ketentuan divestasi bagi investor asing yang memiliki izin usaha pertambangan kepada investor lokal, seperti diatur dalam pasal 197 Peraturan Pemerintah No. 24/2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Hal itu disampaikan kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yang memimpin delegasi Indonesia dalam forum The 4th Indonesia-Japan Joint Economic Forum (IJ-JEF) yang digelar di Tokyo pada Senin (8/10/2012) hingga besok, Selasa (9/10/2012).
“Itu keinginan mereka [Jepang]. Namun, saya sampaikan bahwa Indonesia juga ingin ada nilai tambah [dari produk pertambangan], setelah selama 50 tahun mengekspor bahan mentah. Mereka mengerti, meskipun memang harus ada pembicaraan lebih lanjut,” ujar Hatta, Senin (8/10).
Dalam Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara disebutkan untuk kepentingan nasional, pemerintah dapat menerakan kebijakan pengutamaan mineral atau batu bara untuk kepentingan dalam negeri, setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu dapat dilakukan lewat pengendalian produksi dan ekspor.
Dalam UU yang sama juga disebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian (smelter). Pemegang izin usaha pertambangan diwajibkan meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral atau batu bara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batu bara.
Mengenai kekhawatiran Jepang terhadap peraturan itu, Hatta menyebutkan tdak semua perusahaan pemegang izin usaha pertambangan yang diharuskan membangun smelter. Pengadaan smelter dapat dilakukan oleh perusahaan lain, sehingga nantinya diharapkan dapat menumbuhkan industri baru dan memperluas lapangan pekerjaan.
“Ketentuan divestasi investor asing hingga 51% itu juga tidak berlaku untuk perusahaan yang berada di hilir. Itu hanya berlaku di hulu,” kata Hatta.
Adapun, Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang H.E Yukio Edane mengakui adanya perbedaan persepsi mengenai undang-undang tersebut dan peraturan pemerintah yang mengikutinya.
“Memang ada perbedaan persepsi, tetapi kedua belah pihak sepakat untuk terus berkomunikasi,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Harian Bisnis Indonesia