Menyebut tanggal 14 Februari, tentu akan segera mengarahkan pikiran kita pada perayaan Hari Valentine. Kebanyakan orang di seluruh dunia, tua dan muda, merayakan kegembiraan Hari Valentine yang juga dikenal dengan Hari Kasih Sayang ini dengan berbagai cara dan acara; sederhana, meriah, dan bahkan meruah. Namun, tahukah kita bahwa pada tanggal 14 Februari terdapat beberapa catatan sejarah bagi Bangsa Indonesia dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945?
Menilik catatan sejarah selama pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) maka dapat kita temukan beberapa peristiwa penting yang terjadi pada tanggal 14 Februari atau - dalam rentang waktu yang lebih luas - pada bulan Februari. Sejak meletusnya Perang Pasifik pada tahun 1941, Jepang kemudian berusaha untuk menguasai sumber-sumber alam terutama minyak bumi dengan menyerang dan menguasai wilayah pendudukan Hindia-Belanda, termasuk Indonesia yang saat itu dikenal sebagai penghasil minyak bumi terbaik (Sumatera) di mana minyak yang dihasilkan dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar kapal tanpa harus melalui proses penyulingan terlebih dahulu.
Awal Februari 1942, Jepang mulai menyerang wilayah Sumatera dan mulai meletakkan kapal-kapal patrolinya di sekitar laut Jawa, setelah sebelumnya berhasil menguasai beberapa wilayah di Kalimantan dan Sulawesi. Kemudian Jepang berhasil menguasai Palembang sebagai kota minyak yang sangat berharga saat itu pada tanggal 13 Februari 1942. Keesokan harinya, 14 Februari 1942 sejarah mencatat tenggelamnya Kapal Inggris HMS Li Wo oleh angkatan laut Jepang saat kapal tersebut sedang mengevakuasi tentara dari Jawa (sumber lain mencatat bahwa Kapal HMS Li Wo tengah dalam perjalanan dari Singapore ke Batavia saat ditengeelamkan). Februari 1942 ditutup dengan meletusnya Perang Laut Jawa, dimana angkatan laut Sekutu yang tergabung dalam ABDACOM (American-British-Dutch-Australian Command) berhasil dikalahkan oleh angkatan laut Jepang. Pemerintah Hindia-Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat dan menyerahkan wilayah jajahannya atas Indonesia kepada Jepang melalui Perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942.
Februari 1943, walupun tidak ada catatan khusus untuk sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 Februari, namun ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi pada bulan ini dan penting untuk dicatat. Dimulai dengan usaha keras tentara Jepang untuk menguasai wilayah Indonesia bagian timur, dengan mengirimkan tentara tambahan ke Tanimbar, Kepulauan Kai, dan Irian Barat. Kekalahan Jepang di Kepulauan Solomon pada Februari 1943 menjadikan Amerika kembali berkuasa atas wilayah Pasifik. Kekalahan ini membuat banyak perubahan pada kebijakan Jepang di Indonesia terutama dalam kebijakan militer. Sepanjang tahun 1943 Jepang banyak membentuk tentara binaan Jepang (seperti Heiho, Giyugun, dan Pembela Tanah Air atau PETA) sebagai bentuk antisipasi terhadap serangan pihak Sekutu ke Indonesia nanti.
14 Februari 1944 dicatat oleh Wikipedia dan beberapa sumber lain sebagai “Hari Pemberontakan Anti Jepang Di Jawa” (World War II: Anti-Japanese revolt on Jawa). Tidak jelas peristiwa apa sebenarnya yang dikaitkan dengan pemberontakan anti Jepang tersebut, walaupun memang selama masa pendudukan Jepang di Indonesia banyak terjadi pemberontakan sipil yang dipicu oleh beberapa hal seperti kekejaman tentara Jepang, kerja paksa (Romusha), perampasan terhadap makanan dan pakaian serta harta rakyat lainnya, dan perbudakan perempuan sebagai pemuas nafsu seks tentara Jepang. Salah satu peristiwa perlawanan yang cukup terkenal adalah peristiwa “Sukamanah Bersimbah Darah” yang terjadi pada 25 Februari 1944 setelah shalat Jumat di Pondok Pesantren Sukamanah (Singaparna) Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa. Peristiwa ini dipicu oleh kewajiban yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang kepada rakyat Indonesia untuk melakukan upacara Seikerei setiap pagi, yaitu dengan membungkukkan badan ke arah matahari terbit (Tokyo) untuk memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang. Kewajiban ini tentunya menyinggung dan melukai perasaan umat Islam, dan akhirnya pecahlah perlawanan tersebut setelah tentara Jepang dikirimkan untuk menangkap paksa KH. Zainal Mustafa dengan cara kekerasan. 86 orang syuhada tercatat menjadi korban peristiwa tersebut, sedang KH. Zainal Mustafa kemudian ditangkap dan dihukum mati.
14 Februari 1945, terjadi peristiwa pemberontakan yang merupakan pembrerontakan terbesar selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, dikenal sebagai Pemberontakan PETA di Blitar. PETA yang merupakan tentara bentukan Jepang yang ditujukan untuk membantu tentara Jepang kemudian memberontak karena adanya diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh tentara Jepang. “Di tempat ini, pada tanggal 14 Februari 1945 tepat pada jam 02.30 dini hari berdentumlah suara mortir yang pertama sebagai tanda dicetuskannya pemberontakan tentara PETA Blitar yang dipimpin Sodancho Supriyadi melawan penjajah Jepang. Bersama dengan gerakan pasukan tersebut dikibarkanlah bendera pusaka merah putih di tiang bendera lapangan apel tentara PETA yang terletak di seberang markas Daidan.” Demikian kalimat yang ditulis pada plakat di bawah patung 7 pejuang PETA yang terletak di sebelah selatan Taman Makam Pahlawan Kota Blitar.
Demikianlah beberapa catatan sejarah pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) yang tanggal kejadiannya bertepatan pada tanggal 14 Februari atau dalam bulan Februari. Pendudukan Jepang di Indonesia sedikit banyak telah membantu Indonesia dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, walaupun kekejaman dalam masa penjajahannya pun tidak mudah untuk dilupakan bangsa ini. Beberapa organisasi pendidikan dan kemiliteran bentukan Jepang kemudian justru memupuk semangat rakyat dan para tokokh untuk melawan penjajah Jepang dan berjuang mencapai kemerdekaan. Adalah PETA salah-satu organisasi bentukan Jepang yang peranannya cukup besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia dan dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada khususnya.
Untuk itu, dalam hari kasih sayang ini, marilah sama-sama kita kembali merenungi sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya agar semakin besar rasa cinta dan kasih sayang kita terhadap bangsa dan negara ini. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana kemudian kita mengisi kemerdekaan dengan mewujudkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap tanah air ke dalam tindakan-tindakan yang positif. Akankah kita tega melakukan perbuatan yang menyakiti mereka yang kita cintai termasuk bangsa ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar