PT INDONESIA Asahan Aluminium didirikan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 1976. PT Inalum merupakan perusahan patungan antara Pemerintah Republik Indonesia dan beberapa penanam modal dari Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium Co.Ltd. (NAA).
Inalum yang telah memproduksi 5 juta ton aluminium batangan (ingot) pada tanggal 11 Januari 2008 ini diakui termasuk dalam 10 teratas produsen aluminium ingot dunia berdasarkan survey AME atas 143 produsen aluminium di berbagai negara.
Sebagai perusahaan pertama di Indodnesia yang berhubungan dengan industri peleburan aluminium dan satu-satunya di Asia Tenggara, Inalum memiliki visi yaitu menjadi perusahaan kelas dunia dalam bidang aluminium dan industri terkait.
Inalum mendasarkan upayanya pada nilai-nilai perusahaan yaitu, dengan mengoperasikan pabrik peleburan aluminium dan pembangkit listrik tenaga air untuk menciptakan manfaat bagi semua pihak berkepentingan (stakeholder), perusahaan bekerja keras untuk melestarikan lingkungan dengan meyakini bahwa komitmen kepada masyarakat serta pengembangan ekonomi sekitar menjadi hal yang paling mendasar untuk mencapai misi perusahaan.
Sejak tahun 2003, , Inalum dapat meningkatkan produksi melampaui kapasitas produksi melampaui kapasitas produksi terpasangnya (225.000 ton). Pada tahun 2007, , Inalum mampu memproduksi 241.322 ton. Teknologi yang dimiliki , Inalum mampu memproduksi aluminium ingot berkualitas tinggi, dengan kemurnian 99.70 %, 99,90 % dan 99,92 %. , Inalum memperoleh sertifikasi ISO 9001-2000 atas jaminan standar internasional untuk mutu produksi instalasi dan services.
Aluminium hasil produksi , Inalum sebagian besar (60%) diekspor ke negara Jepang, sedangkan sebesar 40% diserap oleh pasar domestik dan diekspor ke negara lain.
Inalum memperhatikan kebutuhan aluminium pada pasar Indonesia dan memenuhi kebutuhan tersebut dengan menawarkan secara langsung kepada perusahaan pabrikan di Indonesia ataupun melalui perusahaan distributor Indonesia. Setiap tahun penjualan aluminium ingot kepasar domestik semakin besar. Pada tahun 2007, , Inalum menjadi sumber pasokan aluminium ingot bagi 65 perusahaan di dalam negeri.
Ikatan kontrak pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang, terkait PT Inalum, akan berakhir lima tahun lagi (2013). Tapi, perusahaan pengolahan timah itu, yang juga mengoperasikan dua pembangkit listrik dengan kapasitas 603 MW, yaitu PLTA Sigura-gura dan Tangga, tidak otomatis jadi milik Indonesia.
Namun sangat disayangkan perusahaan asing ini kurang memperhatikan lingkungan disekitarnya.Limbah bahan kimia berbahaya yang dihasilkan oleh PT.Indonesia Asahan Alluminium (Inalum) diduga mencemarkan perairan Kabupaten Batubara.
Limbah padatnya yang dibuang ke darat bisa merembes dan terpapar ke air laut. Dan akibatnya, air laut terkontaminasi dengan limbah padat yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Dampak dari pencemaran lingkungan tersebut mengakibatkan ikan-ikan dilaut Batubara mati seketika. Tentunya hal ini merupakan hal yang serius untuk ditindaklanjuti oleh pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Dan harus bekerja keras untuk mengusut pencemaran air laut di Batubara.
Menyikapi pencemaran air laut ini, pemerhati lingkungan hidup Ketua Yayasan Citra Keadilan H.Hamdani Harahap.SH.MH telah melayangkan surat permohonan penyelidikan dan penyidikan atas kejahatan lingkungan yang di indikasikan dilakukan oleh PT.Inalum (limbah B3) Poldasu.
Dalam hal ini, Hamdani bukan mengada-ada tapi sebelum melaporkannya ke Poldasu, sebelumnya Hamdani dan Ir.Jaya Arjuna Msc (peneliti USU) telah melakukan riset langsung kelokasi pencemaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian uji laboratorium Diskanla Batubara dan Diskanla Provinsi Sumatera Utara.
Pihak Poldasu juga telah merespon surat permohonan penyelidikan yang mereka layangkan. Bahkan kami sudah dimintai keterangan oleh Direktorat Reserse kriminal khusus selaku penyelidi dan penyidik. Dan hasilnya, Poldasu akan segera melakukan penyelidikan dan berjanji akan memanggil pihak PT.Inalum, terangnya.
Dari hasil penelitian, kata Hamdani, PT.Inalum terindikasi memiliki limbah padat berbahaya kimia (B3) ex pelebuan baja aluminium yang ditempatkan kedarat.Limbah berbahaya ini merembes ke air laut yang menyebabkan air laut terkontaminasi cyanida yang mengakibatkan terganggunya ekosistem seperti ikan yang bermatian. Dan tidak tertutup kemungkinan manusia yang memakan ikan tersebut akan mendapat menerima dampaknya.
Dari fakta tersebut, PT.Inalum telah melanggar Pasal 58 dan 59 UU No.32 Tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pengamat Lingkungan Hidup Sumut, Jaya Arjuna mengatakan, dari tiga yang beroperasi dipesisir Batubara hanya PT.Inalum yang memiliki limbah berbahan kimia yang berbahaya. Dua pabrik lainnya yang bergerak dibidang kelapa sawit hanya menghasilkan limbah nabati yang tidak berbahaya.
Berdasarkan penelitian Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Batubara, sebutnya, tercemarnya air laut tersebut diakibatkan bahan kimia sejenis cyanida.
Dari hasil penelitian, sebutnya, kandungan cyanida dalam air laut telah mencapai 0,109 ppm. Ini telah masuk dalam kategori sangat berbahaya. Karena menurutnya, batas toleransi terhadap bahan kimia itu cuma sekitar 0,02 ppm. Selain itu, sambungnya, kandungan ferrum (Fe) menurut hasil penelitian 0,07 dari 0,02 ppm angka normal, sedangkan kandungan fosfor mencapai 0,26 dari 0,2 pp angka normal.
“Kalau kondisinya sudah seperti ini, maka BLH dan Kementerian LH harus serius mengusut dan memberikan sanksi yang tegas. Kalau tidak maka ekosistem yang ada di laut Batubara akan mati dan kondisi ini juga akan berdampak pada kesehatan masyarakat di sana,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar