Rabu, 13 Juni 2012

Met or Zonder WTO, Jepang Jegal Timor (Bag. 1)

Mungkin ini pertama kali terjadi. Presiden Soeharto secara mendadak memanggil tujuh menteri, Senin 21 April lalu. Ada deregulasi ekonomi? Tidak. Ternyata, tujuh menteri itu dipanggil untuk membahas pengaduan Jepang atas proyek mobil nasional ke panel World Trade Organization, sehari sebelumnya. Ketujuh menteri yang dipanggil adalah Menko Prodis Hartarto, Menko Ekku Wasbang Saleh Afiff, Mensesneg Moerdiono, Menperindag Tungky Ariwibowo, Menkeu Mar'ie Muhammad, Menristek BJ Habibie, Meninves/ Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo, dan Gubernur BI Soedrajat Djiwandono.

Rupanya, tekad sudah bulat: mobnas harus jalan terus. Mensesneg Moerdiono, usai pertemuan itu menyatakan Pemerintah Indonesia menyesalkan sikap Jepang yang tidak dapat memahami kepentingan Indonesia. Dengan masuknya masalah Mobnas ke panel WTO, Presiden Soeharto telah memutuskan agar konsultasi dengan pihak Jepang dihentikan. Sebagai gantinya, kata Moerdiono, Presiden memberikan instruksi agar delegasi Indonesia yang berunding di Jenewa, Swiss, diperkuat.

Hingga kini ada tiga pihak yang terus berkonsultasi dengan Pemerintah Indonesia, yakni Amerika, Uni Eropa, dan Jepang. Konsultasi dengan pihak Amerika dan Uni Eropa masih terus dilanjutkan.

Menurut Moerdiono pengaduan Jepang itu memperlihatkan bahwa negara itu hanya melihat kepentingannya yang terkena dampak mobnas, yakni industri automotifnya. Dengan kata lain, Jepang tidak melihat kepentingan Indonesia yang berkeinginan membangun industri nasional. Sebaliknya, akibat kebijakan program mobnas yang kecil dampaknya terhadap pasar automotifnya, Jepang tidak berkeinginan membantu Indonesia, kata Mensesneg.

Perkara pengaduan Jepang ke WTO bermula dari keluarnya Inpres No. 2 /1996 tentang program Mobnas yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi Mobnas. Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No. 42/1996 yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek "Timor", dalam bentuk jadi atau completely build-up (CBU) dari Korea Selatan.

Selain itu, PT TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas bea masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT TPN dengan syarat menggunakan kandungan lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas pertama dibuat. Namun bila penggunaan kandungan lokal yang ditentukan secara bertahap yakni 20 persen pada tahun pertama dan 60 persen pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN harus menanggung beban pajak barang mewah dan bea masuk barang impor. Namun, soal kandungan lokal ini agaknya diabaikan selama ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa bea masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.

Protes Jepang sebenarnya menyangkut perlakuan pemerintah Indonesia yang memberikan keistimewaan pada satu negara, yakni Korea. Jepang menuduh perlakuan khusus atas pembebasan pajak barang mewah terhadap produk Mobnas Timor selama dua tahun itu, bertentangan dengan kesepakatan GATT pasal 3 ayat 2. Setelah mendapat protes Jepang itu, pemerintah Indonesia melalui Menteri Tungky Ariwibowo sebenarnya telah beberapa kali bicara dengan pihak Jepang yakni Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional (MITI). Tapi sejauh ini hasilnya nihil.

Bahkan, dari beberapa kali pertemuan tingkat menteri, kesepakatan yang ingin dicapai bertolak belakang dengan keinginan dan cita-cita masing-masing negara. Maka pada 4 Oktober 1996, Pemerintah Jepang resmi mengadukan Indonesia ke WTO yang didasarkan pasal 22 ayat 1 peraturan GATT. Inti dari pengaduan itu, Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa dagangnya dengan Indonesia diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan multilateral sesuai dengan aturan yang tercantum dalam WTO (TEMPO Interaktif Edisi 32/01). Ketika itu, jika dalam tempo lima-enam bulan setelah pengaduan ke WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi.

Dan kini, setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi mengadukan Indonesia ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka. Jepang bakal membawa masalah Mobnas ke panel WTO pada 30 April mendatang melalui pembentukan dispute settlement body (DSB) atau sidang bulanan badan penyelesaian sengketa. Dengan terbentuknya DSB, maka Jepang berharap masalah Mobnas dapat dipecahkan dengan jalan terbaik dan adil.

Pembentukan panel dilakukan oleh DSB, setelah upaya penyelesaian mengalami jalan buntu. Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan memeriksa pengaduan dan saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan mengeluarkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti, keputusan hasil panel akan disahkan satu tahun kemudian.

Pihak Kedutaan Besar (Kedubes) Jepang di Jakarta saat dikonfirmasikan atas sikap Indonesia, tidak dapat memberikan komentar panjang. "Kami mendapat perintah dari Tokyo, bahwa kami tidak bisa memberikan keterangan mengenai pengaduan itu," ujar Sekretaris I Kedubes Jepang, Nomura. Ia menambahkan, bahwa semua kebijakan mengenai pemberitaan dan keterangan kepada pers ditangani Tokyo.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan, pengaduan Jepang ke panel WTO akibat ketidakpastian kebijakan pemerintah mengenai mobnas. Dalam waktu singkat, tambah Faisal, pemerintah telah berulangkali mengganti kebijakan hanya untuk mempertahankan mobnas. Jepang mengadu ke WTO, analisa Basri, agar tidak terjadi perlakuan diskriminatif oleh pemerintah Indonesia. Dan yang terpenting, menurut Faisal, pengaduan Jepang ke panel WTO bukan hanya untuk mengamankan industri otomotifnya, tapi memperjuangkan investasi jangka panjangnya di Indonesia.

Tapi, seperti ditegaskan Moerdiono, mobnas tampaknya tidak peduli dengan gugatan itu. Dan Timor hingga kini makin memenuhi jalan-jalan Jakarta. Bahkan, pabriknya yang sangat luas di pinggir tol Jakarta-Cikampek tengah disiapkan. Alhasil, ada atau tidak ada gugatan di WTO, mobnas akan terus melaju kencang. "Tidak ada perubahan apapun mengenai mobnas," kata Moerdiono.

Akankah Jepang akan tinggal diam? Itu yang menarik ditunggu.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus