Jakarta – Persiapan negosiasi pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca berakhirnya Master Aggrement dengan pihak Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang pada 2013 akan dilakukan pada pertengahan tahun ini.
“Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan bahan – bahan untuk proses negosiasi dengan pihak NAA. Rencananya, pada bulan Juni akan diadakan pertemuan antara tim teknis dari Indonesia dengan pihak NAA,” kata Direktur Jendral Hubungan kerjasama Internasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Agus Tjahyana di Jakarta, Selasa (15/5).
Menurut dia, pembahasan hak dan kewajiban adalah pembahasan mengenai tahun buku Inalum. Berdasarkan perhitungan kewajiban yang harus dibayar oleh pihak Indonesia setelah berakhirnya masa master agreement antara Indonesia dengan Jepang dalam proyek PT Inalum sekitar Rp720 juta.
“Berdasarkan perhitungan otoritas Asahan, pemerintah wajib menyediakan dana sebesar 60% dari total nilai buku yaitu sebesar US$762 juta. Berdasarkan perhitungan Otorita asahan proyeksi tahun buku Inalum pada tahun 2013 mencapai US$ 1,272 juta, di dalam tahun buku itu mencakup pembangkit listrik (power plants) US$268 juta, pabrik peleburan (smelter) US$143 juta, inventori US$148 juta, dan aset-aset lain hingga US$65 juta,” paparnya.
Lebih jauh lagi Agus menungkapkan, untuk klausa yang ditawarkan oleh pihak Nippon asahan alumunium (NAA), pemerintah akan mempelajari klausa permohonan tersebut.“Kita belum mau berbicara detail mengenai klausa ini, rencana program kedepan, Indonesia akan membangun hilirisasi alumunium dan menjadikan Inalum sebagai kluster alumuniun,” tuturnya.
Agus menambahkan, sesuai jadwal yang telah ditetapkan tim teknis dengan pihak NAA, dimulainya negosiasi tahap awal pada oktober 2012. “Dijadwalkan negosiasi tahap awal Inalum akan dilakukan pada 30 oktober 2012,” tandasnya.
Inalum adalah perusahaan aluminium smelter, hasil kerja sama Indonesia dengan Konsorsium Pengusaha Aluminium Jepang (NAA) sejak 1975. Perjanjian akan berakhir pada 2013. Master agreement, yang menjadi dasar Inalum, dinilai banyak merugikan Indonesia sehingga pemerintah mengambil keputusan untuk mengakhiri perjanjian pengelolaan Inalum dengan Jepang pada tahun lalu.
Ambil Alih
Di tempat Berbeda, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan berharap bahwa perusahaan BUMN bisa mengambil alih perusahaan tersebut melalui mekanisme tender. “Proyek ini kan ditenderkan. Saya harap ada perusahaan BUMN yang menang tender ini seperti Antam atau Timah misalnya,” ungkap Dahlan.
Lanjutnya, menurut mekanisme dari menteri keuangan, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) akan melakukan serah terima saham Inalum tersebut. PIP pun telah mempersiapkan dana sekira Rp2 triliun untuk perusahaan yang dikendalikan oleh Jepang itu. Nantinya, PIP berencana menggelar tender.”Skenario yang saya dengar dari Menteri Keuangan, PIP akan menenderkan Inalum atau menyerahkan kepada BUMN secara penuh,” paparnya.
Seperti diketahui, Pemerintah melalui PIP berencana membeli seluruh saham Inalum pada 2013. Pasalnya, pada 2013 kontrak yang dimiliki investor asal Jepang berakhir. Demikian disampaikan Kepala PIP Soritaon Siregar beberapa waktu lalu. “Pemerintah akan beli semua. Rencananya PIP coba ambil semua saham Jepang itu,” tegas dia.
Usai menjadikan saham Inalum milik pemerintah, saham tersebut akan dibuka untuk ditawarkan (tender) kepada para perusahaan lokal yang memang tertarik untuk melakukan investasi pada saham perusahaan alumunium tersebut.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memaparkan di 2013 Inalum 100% akan kembali kepada Indonesia. Saat ini, nilai aset Inalum diperkirakan mencapai US$ 700 juta. Sekira US$ 500 juta-US$ 600 juta dimiliki perusahaan Jepang dan sisanya dimiliki pemerintah senilai US$ 200 juta atau Rp2 triliun.”Inalum, begitu 2013 semua harus kembali ke Indonesia 100%,” ungkap Hatta.
Dia menjelaskan, pemerintah pun sudah mempersiapkan penransferan uang untuk aset dan telah dilakukan audit assesment dengan tiga perusahaan audit.”Kemudian kita mempersiapkan uang untuk transfer asetnya dan sudah dilakukan audit assesment dengan tiga perusahaan audit yang selisihnya tidak berbeda satu sama lain antara US$ 600juta sampai US$700 juta,” paparnya.
Dana tersebut, lanjut dia, bisa saja diambil dari APBN. “Dan bisa di-breezzing dari PIP kemudian kalau di RAPBN akan diserahkan pada perusahaan BUMN berikutnya siapa yang akan mengelola,” kata Hatta.
Setelah itu, akan dilakukan pengkajian tahap ke-2 oleh pemerintah. Pengkajian tersebut, nantinya untuk menentukan perusahaan mana yang akan diajak kerja sama kembali seperti dengan Jepang kala itu. “Tentu nanti bisa pemerintah daerah diajak, intinya itu kembali dulu. Dalam hal ini yang negosiasi pemerintah karena itu kan aset pemerintah tetapi yang mengelola BUMN,” pungkas Hatta.
neraca.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar